Kamis, 25 Oktober 2007

Rekonstruksi Anarkisme Menuju Negara Ideal


Oleh: Edy Burmansyah*)


Tak dapat dipungkiri dewasa ini, masih ada sebagian kalangan yang beranggapan bahwa anarkisme sama dengan merusak. Pandangan semacam ini perlu diluruskan, anarkisme bukanlah hal semacam itu, anarkisme adalah harmoni. Bahwa kondisi asali manusia (The state of nature) dalam keadaan damai dan saling menghormati, bukan seperti kondisi the state of nature Thomas Hobbes bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk yang bengis, dan selalu mementingkan dirinya sendiri. Sebab itu kodisi asalinya adalah perang. Dalam tradisi filsafat modern, anarkisme digolongkan dalam aliran Korservatisme. Anarkisme berkembang dalam masa paska revolusi Prancis. Dengan tokoh-tokohnya Cabanis (1757-1808), De Biran (1766-1824), Fourier (1772-1837), Saint-Simon (1760-1825), dan Proudhon (1809-1865). Paskah revolusi, kehidupan Prancis dilalui dengan terror dan darah yang berceceran, tapi sebuah cita-cita lama dicapai disana, yakni; penegaskan akan kebebasan manusia. Namun demikian revolusi Prancis juga menimbulkan kekhawatiran serius terhadap integritas sosial dan dasar-dasar religius bagi moralitas manusia. Berangkat dari ancaman ini maka sekelompok intlektual yang mendukung revolusi yang dikenal dengan "kaum sosialis" memandang bahwa revolusi sudah sukses menghasilkan kebebasan (liberte), namun persamaan (egalite) dan persaudaraan (fratenite) harus diwujudkan melalui re-organisasi sosial. Menurut Fourier kebudayaan borjuis-sebagai kebudayaan hasil revolusi-cacat kemanusiaan, karena di dalamnya berkuasa egoisme dan kepentingan diri yang akan menghancurkan masyarakat. Masyarakat borjuis diciptakan dari refresi dan nafsu, sehingga melenyapkan dua nafsu penting untuk kohesi sosial: cinta dan kekeluargaan. Akibatnya harmonis masyarakat terancam runtuh. Fourier menghendaki sebuah tatanan masyarakat yang baru, sebuah masyarakat harmoni (anarkis). Fourier mencontoh organisasi masyarakat yang disebut "Phalanx"-sekelompok orang beranggota 1.500-2.000 orang dengan berbagai kemampuan. Dalam kelompok ini setiap individu bebas memilih pekerjaan yang disukainya atau meninggalkan yang disukainya. Didalamnya ada kompetisi, tapi harmoni tetap dominant, sehingga tak akan ada perang. Anarkisme sebagaimana di cita-citakan oleh pemikiranya pada masa lalu akhirnya hanyalah sebuah utopia. Ia tak bisa diadopsi kafah karena setiap pemikiran hidup dengan semangat zamannya sendiri (zeit geist), dan ada bagian yang sudah tidak relevan lagi dalam kontek kekinian. Sebab itu yang dibutuhkan hari ini adalah bagaimana mengkontruksi pemikiran anarkisme agar sesuai dengan kebutuhan hari ini? Untuk merekontruksi anarkisme, maka Anarkisme harus diletakan pada pengertiaan awal; anarkisme sebagai harmoni, bukan semata-mata menolak negara. Lalu pertanyaannya dapatkan harmoni hidup berdampingan dengan negara? Jawabanya, mungkin ya. Tapi negara seperti apa yang dapat hidup berdampingan dengan harmoni? Negara yang ideal, negara yang mengayomi masyarakatnya, yang tidak banyak campur dalam kehidupan masyarakatnya, negara yang tidak menindas, yang mampu membedakan mana kepentingan publik dan yang kepentingan privat. Barangkali sebuah negara yang minimal (minimal state), tapi bukan dalam pengertian John Locke. Negara yang minimal adalah negara yang tetap mengelola aset-aset public, sebagai hak dasar hidup manusia, seperti; air, listrik dan kekayaan alam yang terkandung dalam perut bumi. Tapi negara yang juga memberikan kebebasan berusaha kepada setiap warganya tanpa perlu membebankan pajak. Pembiayaan negara hanya diperoleh dari penghasilan pengelolaan asset-aset publik. Kendati demikian negara, tetap bertugas memberikan tunjangan bagi penduduk yang tidak mampu bekerja, karena "sama halnya, terkutuklah orang yang tidak perduli pada orang yang lemah, demikian pula penguasa negara yang membiarkan orang miskin menghadapi keadaan yang tidak menentu. Namun demikian dimana sebenarnya tanggung jawab negara untuk memberikan tunjangan kepada masya rakat, sementara masyarakat tidak dibebani pajak oleh negara. Yang patut di catat adalah pendapatan negara dari pengelolaan aset-aset publik pada dasarnya adalah pendapatan rakyat, sebab itu negara berkewajiban untuk membangikannya kepada sebagian kecil masyarakat yang kurang mampu itu. Negara semacam ini adalah negara pengatur (regulative state). Negara memang tetap memiliki apartus untuk menjalankan roda pemerintahan, ia masih punya polisi untuk menjaga tertib sipil, ia masih punya jaksa untuk melakukan penuntutan kejahatan, juga pengadilan yang memutuskan kejahatan. Tapi negara tidak punya dirjen pajak, tidak punya menteri bidang ekonomi, tidak punya pemerintahan dengan kabinet yang gemuk dan susah bergerak. Sebuah negara yang menekankan keutamaan sipil dan menjunjung tinggi nilai-nilai humanisme sipil. Negara dalam hal ini hanya berfungsi mengatur interaksi antar individu. Tindakan negara dilihat sebagai tindakan tidak langsung dan hanya bersifat mengatur. Di sinilah letaknya pemikiran anarkisme baru, anarkisme bukanlah paham yang menolak negara, ia tetap dapat berdampingan hidup harmonis dengan negara. Anarkisme baru adalah anarkisme yang menolak segala bentuk penindasan. Penindasan oleh siapa saja, oleh kelompok masyarakat, oleh individu, bahkan entitas yang lebih besar seperti negara, maupun system ekonomi neo-liberalisme yang menguasai dunia sekarang ini. Neo-anarkisme dan Cita-cita Baru Anarkisme baru adalah anarkisme yang menolak segala bentuk penindasan dan klaim kebenaran oleh sekelompok orang yang dijustifikasi untuk membenarkan tindakan kekerasan oleh satu kelompok masyarakat terhadap kelompok masya rakat yang lain. Anarkisme menolak segala bentuk kekerasan dan klaim kebenaran, sebab tak seorangpun bisa memonopoli kebenaran, karena orang yang berbeda mempunyai pandangan yang berbeda pula, karena itu diperlukan institusi yang memungkinkan mereka untuk bisa hidup bersama secara damai. Konsep neo-anarkisme adalah menciptakan masyarakat yang terbuka, yang menjanjikan perbaikan dan reformasi. Ketidak-sempurnaan dapat diperbaiki asalkan disadari dan diakui. Karena itu kebebasan berpendapat dan perbedaan berpendapat harus diberi peluang untuk melakukan koreksi, karena koreksi akan memberikan peluang kepada perbaikan. Konsepsi ini berangkat dari bahwa kesempurnaan itu berada di luar jangkauan kita; desain apapun yang kita pilih untuk tata masyarakat kita cenderung mempunyai cacat dan kekurangan, karenanya kita harus puas dengan terbaik kedua saj yaitu; organisasi social yang kurang sempurna tertapi terbuka untuk perbaikan. Anarkisme baru tidaklah meluluh mencita-cita model ekonomi barter, seperti yang dianggankan Fourier, anarkisme baru perlu mengakui model ekonomi saat ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Namun demikian anarkisme baru tidak berarti tenggelam dalam model ekonomi sekarang yang cenderung menindas, anarkisme harus melalukan perbaikan terhadap ekonomi sekarang atau lebih manusiawi dan tidak menindas. D isisi lain juga Anarkisme tidak perlu memaksakan model ekonomi barter Fourier, sebab kaum anarkis sesunguhnya sulit keluar jebakan system yang ada sekarang. Contoh kaum anakisme ternyata masih merokok Sampoerna yang sahamnya dikuasai oleh Philip Moris, menggunakan Celana Jean merek Lea, naik motor Honda, TV merek Toshiba, HP Nokia dan sebagainya. Satu-satu yang dapat dilakukan adalah mengakui system ekonomi yang ada, sembari mengurangi ketergantungan pada produk-produk luar dan mulai menggunakan produksi dalam negeri dan secara bertahap memproduksi produk sendiri. Pada bagian lain kaum anarkisme baru, harus memformulasi ulang strategi perjuangan. Dari strategi ekstra parlementer, againt culture, menuju perjuangan advokasi legislasi, melalui inisiasi pembuatan peraturan perundangan-undangan. Hanya dengan cara semacam ini negara dapat diminimalisir perananan seperti yang dikehendaki oleh kaum anarkisme. Aksi jalanan akan memunculkan gesekan dengan apartus pemerintah yang meminjam kata-kata Berkman "sumber dari kekerasan, pembatasan dan koersi". Cuma rekontruksi pemikiran maka anarksime tak lagi sekedar utopia, sehingga dapat hadir dan menjadi system makna dan nilai-nilai yang dihayati oleh masyarakat.***


*)Edy Burmansyah, koluminis, tinggal di Batam

Tidak ada komentar: